Malam kian larut;
Setelah kubaca puisi
terakhir, kerumunan nokturno ini kembali ke ranah hidupnya masing-masing :
kenang
Hanya kepada cangkir
nyaris menggugah kita kepada rasa penasaran yang tidak terlapukkan angan
Bahkan tidak kepada
kata-kata, mereka kini antitesis yang sempurna
Wajahmu pucat, aku tahu
Setelah kita berhenti
di ribuan kilometer seusai kata pertama terucap
Lelah pikir,
disleksia
dan jadilah aku di sini,
tertekuk,
mengutuk;
pada serigala yang tak lelah
jajahi ladangnya
diorama kata,
kehilangan rimanya
berdelusi : apa hanya
pada cangkir ini aku tak mampu henti meratap ?
pada radio yang mampu terjemahkan rasa,
pada radio yang mampu terjemahkan rasa,
cangkir ini memang
sudah tak bisa lagi dibagi
0 Comments
Post a Comment