Dua orang pengemis
gembel yang kebetulan adalah kawan lama , berpapasan disebuah sudut jalan raya ibukota . Mereka terlibat
dalam percakapan yang cukup lama setelah tidak bertemu untuk beberapa waktu
lamanya .
“dan apakah engkau
masih betah menjadi gembel ?”
“memangnya aku bisa
apalagi ? Dan engkau , seingatku bapakmu orang terpandang di desa , kok malah
engkau mau maunya nggembel di kota ini , heh ?!”
“sepertinya dulu kau
biasa jadi buruh tani di kampung sebelah , kini mengapa engkau malah menjadi
gembel pengemis dan tidak melakukannya lagi ?”
“buruh tani ? Tak sudi
aku melakukannya lagi ! Dengan upah 30 ribu rupiah , hanya orang goblok yang
mau melakukannya . Memangnya anak anak dan istriku nanti mau makan apa ? Setidaknya
dengan mengemis aku bisa mengajak mereka semua”
“maksudmu , kau
mengajak keluargamu mengemis ?”
“yep , dan pendapatan
kami berlipat ganda. Memangnya kau tak mengajak istri dan anakmu mengemis juga
?”
“tidak , dan tidak akan
pernah .”
“hah ! Masih setia
dengan prinsipmu , Lukman”
“Sepertinya iya..”
Dan senyuman lebar
Lukman melebar seketika itu . Kini ia nyalakan kretek racikannya sendiri yang
ia buat pagi tadi . Tak lupa ia menawari temannya .
“simpan saja kretekmu ,
Lukman , aku sudah punya rokok sendiri . Ngomong-ngomong , aku tak memperoleh
jawabanmu atas pertanyaanku tadi , Lukman .”
“pertanyaan yang mana
?”
“seingatku bapakmu
adalah orang terpandang di desa . Kenapa anaknya sekarang memilih untuk jadi
gembel di kota , heh ?”
“sebelum aku menjawab
pertanyaanku , aku ingin bertanya sesuatu”
“apa itu Lukman ?”
“aku pernah mendengar
kutipan seperti ini : buah jatuh tak pernah jauh dari pohonnya . Apakah engkau
percaya itu ?”
“tentu saja , karena
itu bermakna perilaku anak pasti tak akan berbeda jauh dari orang tuanya .
Lantas , apa korelasi antara kutipanmu itu dengan pertanyaanku tadi ?”
“pertama , Heri , aku
tak sepenuhnya percaya dengan kutipan tersebut.”
“alasannya ?”
“begini , Her , engkau
tahu bahwa bapakku adalah orang terpandang di desa . Beliau adalah dermawan
yang gemar bicara santun , dan aku dengar ia kini akan maju lagi sebagai calon
anggota DPRD .”
“yep”
“namun engkau pasti tidak
tahu jika beliau adalah figur seorang kriminal yang menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan keinginannya . Tanah tempat rumah dia berdiri adalah hasil
dari kong kalikong pejabat desa , sertifikat tanah palsu yang dibuat petugas
BPT yang telah dibayar sebelumnya , belum lagi kong kalikongnya dengan pihak
pengadilan agar memenangkan kasusnya . Dan itu baru masalah tanah , belum yang
lainnya . Beliau juga melakukan praktek kampanye ilegal saat pencalonannya
sebagai anggota DPRD yang lalu dengan mengerahkan uangnya untuk mempengaruhi
pemikiran banyak rakyat , dan ia juga mempengaruhi petugas pemilihan umum untuk
mempelintir hasil penghitungan suara. ”
Heri , terpana
mendengarnya .
“di negeri ini , Heri ,
atas nama uang , semua orang begitu
banal..” Lanjut Lukman .
“lama lama setelah aku
mengetahui semuanya , aku menolak dan mulai melawan pemikiran beliau , ayahku
sendiri !”
“Lukman , darimana kau
mengetahui semuanya ?”
“mata ini tak pernah
lelah menggali , Heri , tidak pernah ..” Jawab Lukman .
“lantas reaksi bapakmu
ketika engkau melawan ?”
“dia memberiku 2
pilihan , yakni diam dan duduk saja dirumah menonton segala kejahatan beliau ,
atau mulai bersuara dan angkat kaki dari rumah beliau . Sesuatu yang tidak
sukar aku pilih , dan sampai saat ini aku tak pernah menyesal memilihnya , ya ,
aku memilih pilihan yang terakhir .” Jawab Lukman mantap , semantap angkasa
putih menjulang angkasa , dimana terbuka dan semua malaikat turun , hingga ke
dekatnya , mengamini pilihannya . Terang benderang semua , semua .
“aku salut padamu ,
kawan . Ditengah harta melimpah , engkau masih sanggup berpikir jernih dan
melawan . Itu penting , Lukman , karena mental seperti engkau sangat susah
ditemui di jaman sekarang ini . Ya , jaman dimana semua kebeli dengan guntingan
kertas yang mereka namai rupiah itu , kertas gambar pahlawan yang membuat semua
orang menjadi banal , tapi engkau tidak , Lukman , tidak . Engkau bahkan mampu
melawan orang tuamu sendiri karena engkau tahu dan mencium aroma busuk gelagat
ketidakberesan dari mereka , dan engkau melawannya , melawannya !! Aku sangat
beuntung pernah mengenalmu , kawan .” Kata Heri , berkaca kaca .
Lalu kemudian hening ,
Lukman dan Heri sama sama membelah dunia imajinasi mereka sendiri sambil
menikmati setiap centi puntung kretek yang sedang mereka hisap . Lama .
**
Aku tak takut miskin ,
ketika aku mewakili kebenaran atasku dan atasmu . Justru aku takut kaya dan
berada , karena dengan itu aku dipaksa lupa siapa aku dan darimana aku .
**
“sepertinya aku harus
pulang sekarang , kasihan istri dan anakku menunggu.”
“oh baiklah , Lukman ,
jaga dirimu.”
“kau juga kawan.”
Lalu mereka berpelukan
, pelukan seorang kawan . Heri , melihatnya menjauh , melihat kawannya yang
berani menentang sebuah ketidakadilan , walau itu bapaknya sendiri , melangkah
menjauh .
**
Heri memandang jalan
raya . Ramai manusia disana . Mengerubungi sesuatu . Heri lantas mendekatinya .
“pak sebaiknya jangan
mendekat , kondisi korban sangat tragis” cetus sang polisi.
Heri tak
mempedulikannya , ia maju berdesakan dengan penonton lain , lalu ia mendapati 2
orang yang sangat dikenalnya , telah jatuh bersimbah darah dan tak bernyawa di
jalan . Ya , istri dan anaknya menjadi korban tabrak lari , tadi , ketika Heri
, sang ayah , sang suami sibuk berbincang dengan temannya .
0 Comments
Post a Comment